Euphoria yang mewarnai kelulusan siswa
SMA-Sederajat di seluruh Indonesia mungkin masih dirasakan mereka yang dinyatakan
LULUS. Ekspresi bahagia dan haru dapat terlihat dari raut wajah dan bahasa
tubuh mereka. Rasa syukur yang tak terhingga selalu diucapkan. Teriakan,
tangisan, dan gelak tawa menjadi suara yang dominan pada saat itu.
Hari Sabtu, 26 Mei 2012 adalah waktu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk mengumumkan hasil Ujian Nasional (UN) secara serentak di seluruh Indonesia. Jutaan siswa tak henti-hentinya memanjatkan do’a agar namanya tercantum pada daftar siswa yang berhasil LULUS. Namun begitu, ada juga yang memilih untuk tidak datang karena khawatir dan takut namanya tidak ada. Waktu yang dinantikan pun tiba, hasil ujian nasional tingkat SMA-Sederajat akhirnya diumumkan.
Melalui data yang dilansir oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh mengatakan
sebanyak 99,5 persen atau 1,517,125 siswa tingkat SMA yang mengikuti ujian
nasional (UN) ajaran tahun 2012 dinyatakan lulus ujian. Siswa yang tidak lulus
hanya mencapai 0,50 persen atau 7.579 siswa.
Dibandingkan pada tahun lalu, tingkat
kelulusan peserta UN tingkat SMA/MA/SMK hanya mencapai 99,2 persen. Data
Kemendikbud menyebutkan, angka ketidaklulusan siswa UN tertinggi terjadi di
Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni 5,5 persen kemudian peringkat kedua Gorontalo
dengan persentase 4,2 persen. Tingkat kelulusan tertinggi berada di Jawa
Timur. Sedangkan Bali yang sebelumnya selama dua tahun terakhir angka
kelulusannya merupakan yang tertinggi menduduki peringkat kedua. Pada tahun ini
sebanyak 4 sekolah yang seluruh siswanya tidak lulus UN yakni di Sumatera
Utara, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara. Pada tahun ini mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan Matematika merupakan nilai yang hasilnya dibawah angka rata-rata
nilai kelulusan. Angka kedua mata pelajaran tersebut kurang dari 5,5 atau
kurang dari 4,0.
Sebuah keberhasilan “ANGKA” yang
membuat pemerintah bangga. Namun dibalik “KEBERHASILAN” yang dielu-elukan
itu, tersembunyi banyak pekerjaan rumah (PR) yang belum dapat diselesaikan
dunia pendidikan Nasional. Apa itu? TRADISI KONVOI yang dilakukan oleh siswa
setelah hasil ujian nasional diumumkan. Saya lebih condong mendeskripsikannya
sebagai KEBIASAAN BURUK yang sudah saatnya ditinggalkan oleh generasi pelajar
Nusantara. Generasi terpelajar adalah generasi yang menggunakan pemikiran
cerdas dalam menyikapi segala sesuatu, mengerti tentang tindakan yang akan
dilakukan, apakah berimbas positif atau negatif, tidak hanya ikut-ikutan dan
menjadi “FOLLOWERS” kebiasaan buruk yang tidak jelas asal usulnya.
Beberapa aspek yang perlu diketahui
oleh siswa/i mengapa aksi konvoi tersebut dilarang dan “FARDHU” ditinggalkan
adalah:
1. Mubassir.
Pakaian seragam yang masih bisa dipakai adik-adiknya menjadi rusak karena di
coret-coret. Kalaupun anak tunggal, pakaian tersebut masih bisa disumbangkan
kepada mereka yang tidak mampu membeli seragam.
2. Membuat
teman sekolahnya semakin sedih dikarenakan tidak semua siswa dinyatakan LULUS.
Mereka yang tidak lulus, otomatis merasa perjuangannya gagal dan sia-sia,
terlebih lagi banyak teman-temannya yang bergembira di tengah-tengah
kesedihannya.
3. Boros
BBM. Konvoi (arak-arakan) yang tidak jelas arah dan tujuannya hanya
membuang-buang BBM (Bahan Bakar Minyak). BBM sekarang mahal dek…. (KECUALI
ORANG KAYA). Ya itupun kalau ga malu beli BBM Premium bersubsidi yang bukan
ditujukan bagi ORANG KAYA.
4. Rawan
kecelakaan. Meskipun sudah dilarang oleh pihak kepolisian, karena sudah banyak
terjadi kecelakaan disebabkan aksi arak-arakan di jalan tetapi tetap saja
dilakukan. Dasar BANDEL.
5. Melanggar
aturan lalu lintas. Katanya siswa terpelajar… Tapi naik kendaraan gak pakai
helm.. Kasihan generasi bangsa. Apa kata dunia….???
Kawan-kawan, itu hanya sebagian kecil
dampak negatif yang ditimbulkan dari kebiasaan buruk konvoi di jalan. Meskipun
masih banyak alasan yang dapat memperkuat statement betapa berbahayanya
aksi tersebut. Semoga tulisan ini dapat membantu generasi bangsa kita agar
tidak mengulangi kesalahan yang sama. TRADISI KONVOI = KEBIASAAN BURUK (Asm).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar